Perizinan Tambang Ditarik ke Pusat, BULD DPD RI Khawatir Rawan Benturan dan Kepentingan

MusiNews.id, Banten — Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Inonesia (RI) menilai, saat ini daerah mengalami keresahan atas ditariknya kewenangan perizinan ke pusat di sektor pertambangan, kehutanan, dan lingkungan hidup. Dalam implementasinya, penarikan kewenangan tersebut justru rawan akan benturan dan konflik kepentingan.

“Untuk itu, kami menaruh perhatian serius atas sektor pertambangan, kehutanan, dan lingkungan hidup yang dititikberatkan pada upaya daerah dalam mengimplementasikan kebijakan di daerah pasca diundangkannya UU Minerba dan UU Cipta Kerja beserta turunannya.” ucap Ketua BULD DPD RI, Stefanus BAN Liow, saat Temu Konsultasi Legislasi Pusat dan Daerah di Kantor Gubernur Banten, pada hari Kamis tanggal 16 November 2023.

Ia menambahkan, bahwa dalam hal ini, daerah tidak perlu khawatir dengan kewenangan DPD RI untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah. DPD RI melalui BULD sebagai alat kelengkapan yang memiliki tugas tersebut, memiliki salah satu program yaitu melakukan monitoring mengenai tindak lanjut pemerintah atas rekomendasi yang tertuang dalam Keputusan DPD RI Nomor 28/DPD RI/II/2022-2023 Tentang Pemantauan dan Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah terkait perizinan di sektor pertambangan, kehutanan, dan lingkungan hidup.

Berita Terkait :  152 Anggota DPD Republik Indonesia Resmi Dilantik, Ismeth Abdullah dan Larasati Moriska Jabat Pimpinan Sementara

“Untuk itu, kami memandang perlu mendapatkan masukan dari daerah mengenai perkembangan atas persoalan perizinan di sektor pertambangan, kehutanan, dan lingkungan hidup.” katanya.

Anggota DPD RI asal Sulawesi Utara ini menilai kehadiran DPD RI justru untuk menjembatani kepentingan daerah apabila terdapat kendala dalam proses pembentukan peraturan daerah. Selain itu, DPD RI juga memposisikan diri untuk memberikan penguatan kepada daerah dalam kerangka harmonisasi legislasi pusat dan daerah.

“DPD RI mendorong agar peraturan daerah dapat sejalan dengan regulasi yang ditetapkan oleh pusat dan sebaliknya, maka regulasi yang ditetapkan pusat mengakomodir kepentingan daerah.” ujar Stefanus Ban Liow.

Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Abraham Liyanto, mengatakan, BULD DPD RI hadir disini untuk menjembatani kepentingan daerah, sehingga tidak ada perdebatan kewenangan perizinan. Secara konstitusi, memang kewenangan perizinan pertambangan, kehutanan, dan lingkungan hidup dikuasai oleh negara baik dari zaman orde baru, maupun hingga saat ini. “Apakah ini pembagiannya sudah adil? Tentu tidak. Kita lihat di NTT, pembagiannya tidak merata.” ujarnya

Di kesempatan yang sama, Pj. Gubernur Provinsi Banten, Al Muktabar, menyambut baik atas konsultasi legislasi pusat dan daerah yang diselenggarakan BULD DPD RI. Menurutnya, Provinsi Banten terus berbenah diri dalam upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan menekan angka kemiskinan. “Alhamdulilah, perekonomian Banten terus meningkat, angka kemiskinan juga makin berkurang, dan apalagi investasi di Banten juga mengalami peningkatan. Untuk itu kami berharap kegiatan ini bisa mendapatkan masukan sehingga kita semakin efektif dalam menjalankan tugas pemerintahan.” imbuhnya.

Berita Terkait :  Regenerasi Petani Lambat, Ketua DPD RI: Pekerjaan Serius Jatim sebagai Lumbung Padi

Dosen Falkultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Mohammad Fasyehhudin, menjelaskan, permasalahan regulasi di daerah terkait perizinan pertambangan, kehutanan dan lingkungan hidup pasca UU Cipta Kerja. Ia menilai kepastian hukum atas perubahan kewenangan tersebut menjadi masalah serius bagi daerah menyangkut perda di sektor perizinan pertambangan, kehutanan, dan lingkungan hidup.

“Pada sektor lingkungan hidup, kewenangan dari daerah ke pusat yang menyangkut penerapan standar untuk izin lingkungan, hanya diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang berisiko tinggi,” tegasnya.

Ia melanjutkan, UU Cipta Kerja juga mengubah paradigma perizinan dari berbasis izin, menjadi berbasis risiko. Paradigma baru ini menempatkan risiko sebagai pertimbangan utama atas setiap kegiatan usaha. “Ini mengakibatkan perubahan desain kebijakan, kelembagaan, dan platform layanan usaha saat ini baik pusat atau daerah,” terang Fasyehhudin. (*)

Pemutihan Pajak Sumatera Selatan tahun 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed