Kualitas Demokrasi Menurun, Imbas Amandemen Konstitusi
Pemutihan Pajak Sumatera Selatan tahun 2024
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, LaNyalla Mahmud Mattalitti. (foto : DPD RI)
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, LaNyalla Mahmud Mattalitti. (foto : DPD RI)

Ketua DPD RI : “Kualitas Demokrasi Indonesia Menurun, Imbas Amandemen Konstitusi”

MusiNews.id, Surabaya — Pemungutan Suara pada Pemiihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 usai diselenggarakan. Khusus untuk Pemilihan Presiden (Pilpres), banyak catatan yang diberikan masyarakat, khususnya terkait menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia. Hal itu jugalah yang menjadi sorotan tajam Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

Saat menjadi narasumber secara virtual pada acara Latihan Kader (LK) II Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Persiapan Sidoarjo, LaNyalla Mahmud Mattalitti, menjabarkan jika penurunan kualitas demokrasi Indonesia terjadi sejak bangsa ini melakukan amandemen terhadap konstitusi kita lada tahun 1999-2002 silam.

“Itulah konsekuensi dari Pilpres gaya liberal yang kita terapkan sejak Era Reformasi. Tepatnya, setelah kita mengganti Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, dengan Undang-Undang Dasar produk amandemen di tahun 2002.” tutur LaNyalla, sapaan akrab LaNyalla Mahmud Mattalitti, pada hari Minggu tanggal 25 Februari 2024.

LaNyalla juga menjelaskan, salah satu faktor penting menurunnya kualitas demokrasi Indonesia. Katanya, sejak bangsa ini mengganti sistem bernegara, sejak saat itu pula parameter dan tolok ukur dalam memilih pemimpin tidak lagi didasarkan pada integritas, moralitas dan intelektualitas.

Berita Terkait :  Dilantik Jadi Pj. Gubernur Riau, Rahman Hadi Sampaikan Beberapa Program Prioritas

“Yang dikedepankan adalah popularitas dan elektabilitas. Padahal, popularitas bisa di-fabrikasi melalui ilmu komunikasi dan teknologi. Begitu juga elektabilitas, bisa di-fabrikasi melalui hasil-hasil survei yang bertujuan mempengaruhi pendapat dan mengarahkan pilihan masyarakat.” terangnya.

Menurutnya, itulah politik kosmetik palsu di era Pilpres saat ini, selain daripada menimbulkan polarisasi di tingkat akar rumput. “Hal itu sangat tidak produktif, serta menurunkan kualitas kita sebagai bangsa yang beradab dan beretika.” tegas LaNyalla.

Kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara juga patut dipertimbangkan, agar bangsa ini tidak terus menerus menggunakan sistem ala liberal Barat itu.

Mengapa hal itu penting dikedepankan? Sebab, kata LaNyalla, sesungguhnya bangsa ini memiliki sistem bernegara tersendiri. “Sistem yang paling sesuai dengan watak asli bangsa Indonesia yang super majemuk. Sistem yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa.” ujar LaNyalla.

Sayangnya, kata LaNyalla, sistem itu kita buang dan kita ganti pada saat Reformasi, hanya karena penyimpangan yang dilakukan Orde Baru. Padahal, seharusnya, saat Reformasi itu, yang kita benahi adalah penyimpangan yang terjadi di era Orde Baru.

“Bukan mengganti sistem bernegara, karena para pendiri bangsa kita telah melakukan uji tuntas atas semua sistem bernegara, baik ala Barat maupun Timur yang semuanya tidak cocok diterapkan di Indonesia, sebagai negara majemuk dan kepulauan ini.” terang LaNyalla.

Berita Terkait :  Anggota DPD RI Terpilih, Salut Dengan Kepemimpinan LaNyalla Mahmud Mattalitti

Dikatakan LaNyalla, hal itulah yang saat ini sedang ia perjuangkan. Yakni agar bangsa ini kembali menerapkan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa.

“Caranya adalah dengan kembali menerapkan Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, untuk kemudian kita lakukan amandemen dengan teknik adendum untuk menyempurnakan dan memperkuat, sesuai dengan semangat Reformasi.” ujar LaNyalla.

Dengan begitu, kita tidak memberi peluang penyimpangan praktik seperti yang terjadi di Era Orde Lama dan Orde Baru. Tetapi sekaligus kita juga tidak mengubah sistem bernegara asli Indonesia dengan sistem Barat yang Individualistik dan Liberal serta Kapitalistik.

“Itulah yang kita sebut Sistem Pancasila. Sesuai dengan Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang dijiwai oleh Sila Pertama, Kedua, Ketiga dan Kelima. Sehingga bangsa ini akan kembali ke jati dirinya, kembali menjadi bangsa Indonesia yang menghargai nilai-nilai yang telah dirumuskan para pendiri bangsa.” pungkas LaNyalla. (ohs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *