Pemkab OKI – BKSDA Mitigasi Interaksi Negatif Gajah dan Manusia di Air Sugihan

MusiNews.id, OKI — Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel, meningkatkan koordinasi dalam rangka memitigasi interaksi negatif antara manusia dan gajah di Kecamatan Air Sugihan.

Bupati OKI, H. Muchendi dalam arahannya menyebutkan, upaya serius Pemkab OKI mencari solusi serta memitigasi interaksi negatif antara manusia dengan gajah yang masih terjadi di Kecamatan Air Sugihan.

“bersama BKSDA dan pihak terkait, kita mencari solusi dan kesepahaman untuk penanganam konflik gajah di Air Sugihan sehingga upaya yang telah berjalan selama ini dapat lebih dimaksimalkan,” terang Bupati Muchendi.

Terhadap langkah-langkah yang dilukakan sebelumnya Muchendi juga mangpresisasi. Bupati Muchendi juga mendorong OPD terkait untuk mengakselerasi proses perizinan amdal pembangunan tanggul gajah di Air Sugihan, “Terkiat Amdal perlu akselerasi melalui koordinasi ke pemerintah provinsi serta KLHK untuk percepatan pembangunan tanggul tersebut,” Ujar Muchendi.

Masyarakat menurut dia juga perlu diberikan edukasi tentang satwa dan masalah lingkungannya serta upaya untuk menghindari interaksi negatif dengan hewan yang dilindungi tersebut.
Kepala BKSDA Sumsel, Teguh Setiawan mengatakan interaksi negatif antara manusia dengan gajah di Air Sugihan disebabkan oleh beberapa faktor. Dia mencatat sejumlah kejadian diwilayah tersebut.

“Periode 2020 sampai dengan maret 2024, tercatat ada 47 kejadian interaksi negatif antara gajah dan manusia di Kantong Habita Gajah (KHG) Air Sugihan, paling tinggi di tahun 2022 sebanyak 15 kejadian,” Ujar Kepala BKSDA Sumsel, Teguh Setiawan saat beraudiensi dengan Bupati OKI, Jum’at, (23/5/25).

Berita Terkait :  495 Calon Jema'ah Haji OKI Ikut Manasik, Bupati Muchendi Minta Doa untuk Kemajuan Daerah

Pemasangan GPS Collar

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemkab OKI bersama BKSDA untuk mengurangi serta mencegah terjadinya kasus konflik antara satwa dilindungi tersebut dengan manusia di wilayah itu baik jangka pendek maupun jangka panjang salah satunya pemasangan GPS Collar.

Setiawan menjelaskan pemasangan GPS collar merupakan langkah strategis untuk melacak pergerakan kawanan gajah yang kerap berinteraksi dengan masyarakat setempat.

“Dengan adanya GPS collar, kami dapat memantau pergerakan gajah secara real-time dan memprediksi potensi konflik di masa mendatang. Informasi ini akan sangat berguna bagi tim kami untuk melakukan tindakan preventif,” kata dia.
Pembangunan Tanggul Gajah
BKSDA Sumsel menyebut pemerintah juga sudah merencanakan pembangunan tanggul gajah sepanjang 38 Km serta pagar kejut sepanjang 10 km di wilayah yang sering dilintasi oleh gajah.

“Pembangunan tanggul bertujuan untuk mengurangi interaksi negatif dengan manusia serta melindungi hasil pertanian, serta menjaga keamanan masyarakat di daerah yang rawan serangan gajah.”Ujar Setiawan.

Berita Terkait :  Bupati OKI Canangkan Gebrak dan Digitalisasi Administrasi Desa

Barier Vegetasi

Selain rencana pembangunan tanggul gajah, pemerintah bersama masyarakat tambah dia juga melakukan penanaman jenis tanaman yang tidak disukai gajah di kawasan perbatasan dengan pemukiman atau disebut dengan tanggul vegetasi.

Jenis tanaman yang tidak disukai hewan mamalia tersebut antara lain, Kakao, Kelengkeng, Mangga, Manggis, Matoa, Petai, Rambutan, Sawo, Serai wangi dan Sukun timun.

Inisiasi Desa Mandiri Konflik

Setiawan menjelaskan masyarakat juga mampu meminimalisir risiko interaksi negatif antara manusia dengan gajah melalui inisiasi desa mandiri konflik gajah.

“Kita lakukan upaya Penyadartahuan masyarakat desa rawan interaksi negatif pada koridor gajah Sugihan Simpang Heran melalui peningkatan kapasitas dan pendampingan kepada masyarakat langkah mitigasi cepat jika ada interaksi dengan gajah.” Terangnya.

Posko Pagarapat

Setiawan menjelaskan di Air Sugihan telah didirikan Posko Pagarapat. Posko tersebut merupakan tim gabungan dalam rangka mitigasi interaksi negatif gajah dan manusia, Tim terdiri atas unsur masyarakat dari lima desa, perusahaan pemegang serta Balai KSDA Sumatera Selatan terdiri dari mahout, polisi kehutanan, tenaga pendamping, dan gajah binaan.

“Keberadaan pagaraat berupaya membangun pemahaman koeksistensi manusia dan gajah dengan pola berbagi ruang kehidupan. Dengan pondasi tersebut, akan memperkuat kemandirian masyarakat yang telah dibangun.” Terang dia.*

Pemutihan Pajak Sumatera Selatan tahun 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *