MusiNews.id — Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) menggelar Uji Sahih Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Aset Daerah di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), hari Senin tanggal 27 Mei 2024.
Dukungan untuk pembahasaan RUU tersebut, datang dari Dr. Mailinda Eka Yuniza, Wakil Dekan Fakultas Hukum UGM.
“Kami melihat, ada urgensi mengenai bagaimana mengelola aset negara atau daerah. Kalau membicarakan aset, pasti akan berkaitan dengan keuangan negara, beberapa masalah muncul di daerah, ketika didapati keuangan suatu daerah baik, tetapi ternyata pengelolaan aset kurang baik.” kata Dr. Mailinda Eka Yuniza.
Dia mengungkapkan, permaslahan tersebut sering terjadi dengan aset yang telah lama dimiliki. “Untuk aset baru, tidak masalah, karena jelas perolehan dan pencatatannya. Namun yang sering jadi masalah adalah aset lama yang kerap jadi temuan dalam hasil pemeriksaan BPK.” tuturnya.
Dr. Mailinda Eka Yuniza berpendapat, pengelolaan aset yang baik, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi daerah dan kegiatan Uji Sahih tersebut. “Kami berharap, kegiatan ini menjadi kesempatan untuk memperkaya substansi dari RUU tentang Pengelolaan Aset Daerah yang sedang disusun oleh Komite IV.” tutupnya.
Sementara itu, Afnan Hadikusumo yang merupakan Anggota Komite IV DPD RI dari Provinsi DI Yogyakarta, juga berharap agar kerja sama dan sinergi antara Komite IV dengan UGM, dapat berlanjut dalam diskusi atau pembahasan-pembahasan lain yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Elfviana, mewakili pimpinan Komite IV DPD RI, mengingatkan tentang pentingnya pengelolaan aset daerah. “Aset daerah merupakan unsur penting dan strategis dalam rangka menjamin terselenggaranya pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat serta daerah, sebagai sebuah entitas publik, secara konstitusional memiliki hak terhadap aset yang ada di sebuah daerah, guna menjamin terselenggaranya pemerintahan.” tuturnya.
Anggota DPD RI dari Provinsi Jambi itu mengungkapkan, Indonesia telah memiliki berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan aset atau kekayakaan negara. Namun dalam pelaksanaannya, belum sepenuhya diarahkan untuk mendukung pemanfaatan aset daerah untuk sebesar-besarnya guna kemakmuran rakyat.
“Oleh karenanya, RUU Pengelolaan Aset Daerah ini diharapkan dapat berfungsi sebagai undang-undang penyelaras, yang akan menyatukan terhadap undang-undang yang berada diberbagai peraturan perundang-undangan, sehingga semua pengaturan menjadi selaras mewadahi pengaturan pengelolaan aset daerah secara keseluruhan sehingga sejalan dengan semangat otonomi daerah.” ucap Elviana.
Maret Priyanta yang mewakili Tim Ahli RUU dari Komite IV DPD RI, dalam paparan pembuka menjelaskan tentang hakikat pentingnya pengaturan aset daerah adalah untuk menjamin kepastian hukum tentang status asset daerah, menjamin terpeliharanya asset dengan baik, memungkinkan pemberdayaan atau pemanfaatan asset untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, adanya pedoman yang jelas dalam pengelolaan asset secara tertib, adil dan terarah dan aset daerah semestinya dicatat, ditata dan dikelola dengan baik, sehingga benar-benar bermanfaat bagi kepentingan pembangunan, kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain aset seharusnya dijaga, dipelihara, dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Oleh sebab itu, aset harus diatur penggunaan atau peruntukannya, pemeliharannya, distribusinya, perencanaan kebutuhan, dan penghapusan atau pemusnahannya.” ungkapnya.
Salah satu nara sumber yang hadir dari Departemen Hukum Tata Negara UGM, Dr. Dian Agung Wicaksono, menyoroti beberapa hal yang ada dalam draft RUU Pengelolaan asset daerah. “Kami telah membaca draft RUU yang disampaikan, pada bagian menimbang, seharusnya memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis, namun dalam RUU ini hanya memuat unsur filosofis, selain itu dalam bagian mengingat perlu, juga ditambahkan pasal terkait pembahasan RUU, yakni Pasal 20 UUD NRI 1945.” imbuhnya.
Pihaknya juga memiliki beberapa pertanyaan terkait aset daerah dikuasai yang didefinisikan sebagai kekayaan daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh negara kepada daerah. Sehingga bila sudah dikuasakan pengelolaannya kepada daerah, apakah masih dibuka peluang untuk membayar kepada negara.
“Hal lainnya dalam ketentuan disebutkan aset daerah dikuasai adalah kekayaan daerah, lantas mengapa perencanaan aset daerah dikuasai harus mendapatkan arahan Pemerintah Pusat? Ini menjadi sedikit kontradiktif.” kata Dr. Dian Agung Wicaksono.
Selaras dengan Dr. Dian Agung Wicaksono, Dwi Hariati, salah satu Akademisi FH UGM yang juga menjadi narasumber, juga banyak memberikan masukan terkait draft RUU pengelolaan Aset Daerah. “Banyak aspek yang harus diperhatikan kembali dalam draft RUU pengelolaan asset daerah ini, yakni bagaimana RUU ini dapat memberikan manfaat bagi kepentingan daerah dan juga dapat mendorong investor untuk berinvestasi di daerah.” katanya.
Lanjutnya, bahwa tidak kalah penting untuk dipertimbangkan, DPD RI sebagai Lembaga legislatif. Menurutnya, lebih baik kalau pengaturan aset daerah dan aset negara digabung dalam satu UU. “Saya mengusulkan lebih baik digabung menjadi UU.” terangnya.
Menurut Kepala Bidang Pengelola Barang Milik Daerah Provinsi Yogyakarta, Zulaifatun Najjah, RUU ini sudah komprehensif, namun pengaturan melalui undang-undang ini, sebaiknya mengatur secara umum bukan secara teknis.
“Selain itu, kami berharap bahwa ada kejelasan obyek asset daerah yang dikuasai, lalu dalam RUU ini perlu untuk memastikan pembagian kewenangan yang konsisten dan tidak tumpang tindih antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat maupun antar Pemerintah Daerah, serta Pencatatan dalam Neraca Pemerintah Daerah, perlu dukungan peraturan perundangan yang memadai agar dapat terlaksana.” kata Zulaifatun Najjah memberikan masukan. (qso)