MusiNews.id — Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPD yang berada di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Senin, tanggal 5 Mei 2025.
RDP tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Satuan Kerja Khusus (SKK) Minyak dan Gas (Migas), Perwakilan PT Musi Hutan Persada, serta Kementerian dan Pemerintah Daerah (Pemda) yang berkaitan dengan permasalahan sengketa lahan di berbagai daerah, serta ketenagakerjaan.
Dalam RDP itu, Ketua BAP DPD Republik Indonesia, Abdul Hakim, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima pengaduan dari masyarakat dan perlu ditindaklanjuti. Adapun pengaduan itu, diantaranya yakni pengaduan dari perwakilan Warga Desa Gedung Agung dan Desa Arahan yang berada di Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumsel, terkait penyelesaian sengketa perampasan tanah kebun yang dilakukan oleh PT Musi Hutan Persada.
“BAP DPD RI mendorong agar kementerian dan lembaga, Pemda serta stakeholders, agar dapat melakukan monitoring lebih ketat terhadap situasi yang berkembang di lapangan, dan mengambil tanggung jawab membuat kebijakan untuk segera menyelesaikan pengaduan dari masyarakat.” kata Abdul Hakim, melalui keterangan resmi yang diterima hari Senin, tanggal 5 Mei 2025.
Ia pun menyampaikan bahwa tanah bukan hanya sekedar aset ekonomi, tetapi juga jati diri, warisan budaya, dan simbol kedaulatan bagi masyarakat Indonesia. “Karena itu, perlindungan hak atas tanah, penyelesaian sengketa agraria, dan kebijakan yang adil, sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial dan pembangunan yang berkelanjutan.” tutur Abdul Hakim.
Selain pembahasan tentang sengketa lahan, RDP tersebut juga membahas tentang ketenagakerjaan yang berasal dari perwakilan mantan karyawan Petrochina Internasional Ltd dan Petrogas Ltd yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi. Perwakilan tersebut mengaku, ada perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif terhadap mantan karyawan lapangan, selam beroperasinya dua perusahaan tersebut, yang berlokasi di Kasim Marine Terminal, Distrik Seget, Provinsi Papua Barat Daya.
BAP DPD Republik Indonesia mencatat, kasus-kasus terjadinya mal administrasi dan pelanggaran wewenang yang terjadi pada masyarakat di daerah, semakin meningkat kuantitasnya, namun belum bisa terselesaikan dan cenderung berlarut-larut. “Hal ini disebabkan juga karena tumpang tindih kebijakan, benturan kepentingan, regulasi yang tidak jelas, dan fokus lembaga eksekutif yang mengabaikan prioritas penyelesaian permasalahan di masyarakat.” tegas Abdul Hakim.
Sementara itu, Wakil Ketua BAP DPD Republik Indonesia, Ahmad Syauqi, menambahkan, untuk menyelesaikan konflik pertanahan di daerah terkait hibah, semestinya cukup diselesaikan di wilayah Kementerian ATR/BPN, Kementerian Keuangan, dan pemerintah daerah terkait. “Pendapat saya terkait sengketa tanah hibah, harusnya cukup diselesaikan antara pemberi hibah dan pemerintah daerah dan kantor pertanahan terkait yang di daerah, hal tersebut agar lebih cepat diselesaikan.” pungkas Ahmad Syauqi. (qso)