MusiNews.id — Peneliti dari Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Dr. Mohammad Syawaludin, M.Ag., dan Mohammad Sirajudin Fikri, M.Hum., menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Norma dan Perilaku Moderasi Beragama dalam Masyarakat Heterogen Perkotaan di Palembang dan Bandar Lampung, pada hari Selasa tanggal 20 September 202 di Hotel Rio, Palembang.
FGD yang dilakukan sebagai bagian dari proses pembahasan yang dilakukan oleh peneliti tersebut, dihadiri oleh berbagai macam stakeholder, mulai dari Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2) UIN Raden Fatah Palembang, Dr. Komaruddin, M.Si., perwakilan masyarakat Kuto Batu, Perwakilan Kantor Urusan Agama (KUA), Lembaga Pemerintah Lokal, dan beberapa mahasiswa UIN Raden Fatah alembang.
Dalam kegiatan tersebut, Mohammad Syawaludin menyampaikan bahwa alasan dua kota itu menjadi lokasi penelitian yakni Palembang dan Bandar Lampung merupakan kota yang heterogen dan tidak ditemukan ketegangan sosial dan konflik yang diakibatkan oleh isu-isu keagamaan, serta disimbolkan sebagai kampung pekerja yakni Kuto Batu Kota di Kota Palembang dan Sukamenanti Kedaton di Bandar Lampung.
“Moderasi beragama merupakan salah satu jalan tengah yang sangat mungkin digunakan untuk meredam berbagai macam potensi masalah yang ada di tengah masyarakat perkotaan.” tuturnya.
Dia menambahkan, peneliti memberikan kesimpulan bahwa ada beberapa factor determinant yang ikut membentuk perilaku moderasi beragam. “Yakni tradisi-tradisi yang berbasis pada religi sosio dan budaya, yang secara langsung menimbulkan kesadaran kolektif dan saling menghormati. Seperti tradisi Telok Abang, Angken-Angkenan, Sikaroban, Sayan, Weweh, Angken Muwakhei, Tepung Tawar, dan Mujung.” ungkap Mohammad Syawaludin pada diskusi yang dipandu oleh Nico Oktario Adystyas, M.A. itu.
Di kesempatan yang sama, Dr. Arif Ardiansyah yang berasal dari Stisipol Candradimuka sebagai narasumber, memberikan apresiasi atas penelitian yang telah dilakukan oleh Mohammad Syawaludin dan Mohammad Sirajudin Fikri tersebut. Dirinya berharap, dengan adanya penelitian itu, akar nilai budaya di Palembang akan tetap eksis dan akan adanya penelitian lanjutan terkait hal itu.
“Dua daerah yang menjadi lokasi penelitian ini, menarik. Karena dua daerah ini penduduknya padat, pusat dagang, dan memiliki keyakinan yang berbeda-beda, namun bisa hidup damai berdampingan. Selain itu, bukti lainnya, tradisi yang hadir di tengah masyarakat, sampai saat ini masih terus ada dan harmonis. Seperti tradisi rumpak, yang memiliki identitas.” katanya.
Muhammad Saleh, peserta FGD yang berasal dari daerah setempat, menyampaikan bahwa terkait dengan tradisi luhur yang saat ini mulai luntur, perlu dilakukan revitalisasi guna mempertahankan tradisi agar bisa disesuaikan atau dihidupkan kembali. “Karena nilai atau norma dulu itu, masih layak dan relevan untuk saat ini.” tegasnya. (ohs)