MusiNews.id, Palu – Dunia terus bergerak dalam ketidakpastian, dan ruang digital menjelma menjadi medan baru pertarungan narasi, opini, hingga kebenaran. Di tengah lanskap itu, jurnalis siber bukan sekadar penyampai berita, tapi juga aktor strategis dalam menjaga ketahanan nasional.
Inilah pesan kuat dari Gubernur Lemhannas RI, Dr. TB Ace Hasan Syadzily, M.Si., saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) II DPP Pro Jurnalismedia Siber (PJS) secara daring, Sabtu, 13 Juli 2025.
Menurut Kang Ace sapaan akrab Gubernur Lemhannas, dunia hari ini tak lagi mengenal satu kutub kekuatan seperti era Perang Dingin. “Kita hidup dalam tatanan multipolar (policentric world order), di mana kekuatan besar saling silang kepentingan, bahkan berkompetisi secara diam-diam dalam memengaruhi opini publik global,” ujarnya.
Konsekuensinya, perang informasi kini menjadi alat dominasi baru. Bukan dengan senjata, tapi dengan narasi, disinformasi, dan manipulasi emosi publik. Dalam konteks ini, jurnalisme profesional adalah pertahanan utama.
Gubernur Lemhannas juga menyinggung fenomena “post-truth” sebuah era di mana emosi dan keyakinan pribadi lebih dipercaya daripada fakta objektif. “Inilah bahaya besar dari informasi yang viral tanpa verifikasi. Bohong bisa tampak benar karena dimainkan lewat algoritma dan emosi publik,” tegasnya.
Dalam situasi ini, PJS dan para jurnalis media siber ditantang untuk tak hanya menyampaikan berita, tetapi juga mengedukasi publik. “Karya jurnalistik harus mampu memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan menjaga ketahanan informasi nasional,” jelas Kang Ace.
Penetrasi internet di Indonesia kini mencapai lebih dari 78%, dan mayoritas masyarakat mendapatkan informasi melalui media sosial. Namun, di balik angka itu, tersembunyi tantangan besar : banjir hoaks, misinformasi, dan polarisasi opini.
“Ini bisa menjadi ancaman serius bagi kohesi sosial dan kualitas demokrasi kita, jika tidak ditangani secara sistematis. Literasi digital harus ditingkatkan secara masif, dan jurnalis punya peran penting di dalamnya,” kata Kang Ace.
Ia menambahkan bahwa jurnalis PJS harus tampil sebagai pilar pencerah di tengah kebingungan informasi. Bukan hanya menyajikan berita cepat, tapi juga membedah konteks, menjelaskan dampak, dan membangun pemahaman publik.
Munas II PJS : Momentum Kunci Menuju Konstituen Dewan Pers
Munas II PJS yang digelar di Palu, Sulawesi Tengah, 13–15 Juli 2025, dirangkai dengan Seminar Nasional dan Musyawarah Daerah (Musda) I DPD PJS Sulteng. Tema besar yang diusung : “Memperkuat Konsolidasi Pers Siber untuk Demokrasi dan Pembangunan Daerah, Menuju PJS sebagai Konstituen Dewan Pers.”
Seminar nasional pada 15 Juli nanti akan menghadirkan Ketua Dewan Pers Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, serta Ketua Umum DPP PJS Mahmud Marhaba. Keduanya akan membahas pentingnya regulasi, konsolidasi media siber, dan arah kebijakan pers nasional ke depan.
“Konsolidasi ini penting agar media siber tidak hanya eksis, tetapi juga berdaya secara etik, ekonomi, dan politik,” ujar Mahmud Marhaba sebelumnya.
Jurnalis Siber = Garda Terdepan Demokrasi
Kang Ace menutup sambutannya dengan ajakan reflektif. Bahwa di tengah era yang semakin digital dan disruptif, jurnalis siber bukan lagi sekadar pelengkap demokrasi, tapi penjaganya yang paling depan.
“PJS dan para jurnalis di dalamnya adalah aset strategis bangsa. Teruslah menulis dengan hati, dengan fakta, dan untuk masa depan Indonesia yang lebih melek informasi,” tegasnya.
Munas II PJS bukan hanya peristiwa organisasi, tapi momentum penguatan nilai dan posisi media siber dalam arus besar perubahan global. Di kota Palu yang sedang bangkit pasca bencana, PJS menegaskan tekadnya : menjadi rumah besar jurnalisme digital yang profesional, beretika, dan berpihak pada kepentingan publik.*