MusiNews.id – Pembangunan infrastruktur nasional selama ini kerap dipandang sebagai upaya memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, membangun jalan untuk menghubungkan wilayah, membangun pelabuhan untuk mendukung logistik, membangun jaringan listrik untuk menerangi desa-desa.
Namun hari ini, paradigma itu bergeser. Pembangunan infrastruktur tak lagi hanya menjadi soal teknis dan kebutuhan fungsional semata, melainkan telah menjelma menjadi perwujudan kedaulatan bangsa.
Kita menyaksikan sendiri bagaimana pembangunan hari ini menjadi simbol kehadiran negara yang nyata, menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini terasa jauh dari pusat. Jalan tol trans-Sumatra, pelabuhan di Indonesia timur, hingga infrastruktur digital yang menjangkau pelosok negeri—semuanya bukan sekadar pembangunan fisik. Mereka adalah pernyataan bahwa negara hadir dan berdaulat atas seluruh wilayahnya.
Lebih dari itu, pembangunan hari ini bukan sekadar lanjutan dari apa yang telah dimulai. Ini adalah kebangkitan. Kebangkitan dalam hal visi, keberanian mengambil keputusan strategis, serta kesungguhan membangun fondasi jangka panjang. Setiap proyek infrastruktur kini dirancang tidak hanya untuk menjawab kebutuhan saat ini, tetapi juga sebagai bagian dari visi besar: mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Visi ini bukan isapan jempol. Ia adalah rencana besar yang menuntut kesiapan infrastruktur di semua lini—ekonomi, pendidikan, kesehatan, energi, hingga pertahanan. Tanpa infrastruktur yang kuat dan merata, mustahil kita bicara soal pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Tanpa pembangunan yang menyatukan, sulit dibayangkan Indonesia bisa menjadi kekuatan utama di kawasan, apalagi di dunia.
Komitmen Bersama
Sebagai anak bangsa harus menyadari bahwa infrastruktur bukan hanya alat bantu ekonomi, tetapi juga alat pemersatu bangsa. Ia menjahit kepulauan menjadi satu kesatuan ekonomi dan sosial. Ia memungkinkan distribusi pengetahuan, teknologi, dan peluang usaha. Ia menjadi penghubung bukan hanya antarwilayah, tetapi juga antaride dan cita-cita.
Karena itu, keberlanjutan pembangunan infrastruktur harus menjadi komitmen bersama lintas pemerintahan dan generasi. Ini bukan proyek satu rezim, tetapi agenda strategis bangsa. Sebab tanpa infrastruktur yang kokoh, mimpi Indonesia Emas hanya akan menjadi slogan kosong.
Pembangunan adalah kebangkitan. Dan kebangkitan ini adalah jalan menuju kedaulatan sejati.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, dalam pidatonya pada International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 beberapa hari lalu menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur fisik menjadi kunci penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Rachmat Pambudy menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan harus mampu menjawab permasalahan masyarakat, terutama kelompok pendapatan menengah dan mayoritas warga. “Kita berupaya mengurangi kemiskinan dari 70 persen menjadi sekarang di bawah 10 persen,” ujarnya, seraya menekankan bahwa pencapaian tersebut tidak lepas dari peran pembangunan infrastruktur.
Ia menggarisbawahi bahwa infrastruktur memiliki peran vital dalam menyediakan kebutuhan dasar masyarakat, termasuk pangan, pendidikan, dan kesehatan. “Kita telah membangun sekolah-sekolah, mengembangkan negara kita, dan membuat bangsa kita menjadi percontohan, bukan hanya di Asia dan Asia Pasifik, tetapi juga di dunia,” kata Rachmat.
Pembangunan infrastruktur fisik, menurutnya, berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat karena mendorong peningkatan layanan publik dan produktivitas ekonomi. Ia menyebut kerja sama erat dengan Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IKP) Agus Harimurti Yudhoyono yang akrab disapa AHY tersebut sebagai bentuk sinergi yang krusial dalam mempercepat pembangunan nasional.
“Kadang saya berbicara, walaupun saya Menteri Bappenas, saya cukup senang bekerjasama dengan Menko AHY. Karena tanpa infrastruktur, kita tidak bisa membangun dan mengembangkan bangsa kita,” tegasnya.
Lebih lanjut, Pambudy mengutip Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan bahwa Indonesia sebagai bangsa besar hanya bisa tumbuh dan berkembang melalui pembangunan infrastruktur yang kuat. “Bangsa seperti Indonesia hanya dapat dibangun dan berkembang jika kita membangun infrastruktur,” tegas Rachmat.
Ia juga menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur yang dilakukan Bappenas mencakup aspek fisik, sosial, ekonomi, dan digital. Namun, infrastruktur fisik tetap menjadi fondasi utama dalam transformasi pembangunan yang inklusif.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono , menegaskan pentingnya infrastruktur berkelanjutan dalam menghadapi tantangan besar yang dihadapi Indonesia.
Forum ICI 2025 di Jakarta pada 11-12 Juni 2025 dihadiri oleh jajaran menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih, duta besar negara sahabat, anggota MPR, DPR, dan DPD RI, kepala daerah, pimpinan dunia usaha, akademisi, serta mitra pembangunan.
Lebih dari 7.000 peserta tercatat mengikuti kegiatan ini, berasal dari Indonesia, Amerika Serikat, Australia, Belanda, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Norwegia, Uni Emirat Arab, Tiongkok, Uni Eropa, Spanyol, Vietnam, Iran, Singapura, Turki, Hungaria, Myanmar, Denmark, Prancis, Inggris, Rusia, Jerman, Uruguay, Finlandia, Swiss, dan Azerbaijan.
Konferensi ini juga dihadiri oleh investor dan lembaga pembiayaan internasional terkemuka seperti Macquarie (Australia), GIC (Singapura), World Bank, International Finance Corporation (IFC), Asian Development Bank (ADB), dan The Asia Group.
“ICI 2025 harus menjadi momentum untuk kita semua berkolaborasi dan mewujudkan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Dengan aksi nyata dan kerja sama yang solid, kita bisa menghadapi tantangan besar ini dan memastikan masa depan Indonesia yang lebih baik,” pungkas Menko AHY.
Keberhasilan pembangunan infrastruktur sangat bergantung pada kebijakan tata ruang yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pembangunan infrastruktur memerlukan tanah. Namun tanah memerlukan kepastian hukum, aksesibilitas, zonasi yang tepat, serta harmonisasi dengan aspek lingkungan dan sosial
“Karena itu, kami di Kementerian ATR/BPN tengah berupaya mewujudkan satu kebijakan tata ruang terpadu—yakni pendekatan menyeluruh yang menyatukan pemanfaatan lahan, perencanaan sektoral, dan tujuan pembangunan ke dalam satu sistem tata kelola yang komprehensif,” kata Wakil Menteri ATR/BPN, Ossy Dermawan.
Pembangunan infrastruktur tidak boleh didasarkan semata pada pertimbangan teknis. Sebaliknya, infrastruktur harus dirancang untuk menjawab kebutuhan nyata masyarakat.
Ossy mencontohkan pentingnya membangun infrastruktur publik seperti konektivitas untuk wilayah yang kurang terlayani, fasilitas kesehatan di lokasi prioritas, dan hunian terjangkau yang dekat dengan pusat kegiatan ekonomi.
Selain itu, Wamen Ossy juga menyoroti aspek ketahanan infrastruktur terhadap risiko jangka panjang, seperti perubahan iklim dan bencana alam. Dalam konteks ini, tata ruang menjadi instrumen penting untuk mitigasi risiko.
Pembangunan infrastruktur harus menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Infrastruktur layaknya sebagai batu karang yang membentuk dasar laut—terbentuk perlahan, namun menjadi penyangga kehidupan dan pelindung kawasan yang luas.
Ditopang Kekuatan Riset dan Inovasi
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak dapat dipisahkan dari kekuatan riset dan inovasi. Kampus dan riset perguruan tinggi memiliki peran strategis sebagai fondasi bagi pembangunan infrastruktur yang tangguh dan berdaya saing global.
Tanpa riset dan sumber daya manusia unggul dari perguruan tinggi, maka tidak mudah membangun industri dan infrastruktur yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
“Visi Presiden dan Wakil Presiden RI menuju Indonesia Emas 2045 menuntut kita menyiapkan SDM unggul dan berdaya saing global. Salah satu indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh inovasi,” jelas Brian.
Brian mencontohkan ekosistem riset di perguruan tinggi yang menopang kemajuan industri dan infrastruktur di negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Bahkan, perusahaan global seperti Samsung Electronics dan berbagai raksasa teknologi Jepang lahir dari sinergi antara kampus dan industri.
Lebih lanjut, Menteri Brian mendorong pemerintah daerah untuk mengintegrasikan riset dalam proses pembangunan. Menurutnya, kebijakan berbasis pengetahuan akan memperkuat pembangunan infrastruktur yang inklusif dan merata.
Dari ICI ke Aksi Konkret
Peluang kerja sama Indonesia dan Rusia di bidang infrastruktur dan pembangunan kewilayahan semakin terbuka lebar usai pelaksanaan International Conference on Infrastructure (ICI) 2025.
Hal ini mengemuka dalam pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, dengan Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchanov, di kantor Kemenko, Jakarta, Senin (16/6/2025).
Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat hubungan bilateral serta mendorong kerja sama konkret di bidang infrastruktur dan pembangunan kewilayahan.
“Saya menyambut baik kunjungan Yang Mulia Duta Besar Sergei Tolchanov dan berterima kasih atas komitmen kuat dalam mempererat kemitraan antara Indonesia dan Federasi Rusia,” ujar Menko AHY di awal pertemuan.
Menko AHY menyampaikan bahwa pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto tengah menjalankan agenda nasional yang ambisius untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen per tahun, memperkuat ketahanan pangan, air, dan energi, serta meningkatkan kualitas hidup rakyat melalui pendidikan, layanan kesehatan, dan pengentasan kemiskinan.
“Infrastruktur memegang peranan vital dalam mencapai tujuan tersebut. Itulah sebabnya kami membawa pesan Infrastructure for All. Karena kami tidak hanya membangun beton, tetapi membangun akses, membangun harapan, membangun kehidupan yang lebih baik, dan memberikan dampak nyata bagi rakyat,” jelas Menko AHY.
Menko AHY juga menekankan bahwa kerja sama di bidang infrastruktur terutama dalam pembuatan kapal laut, transfer teknologi, dan integrasi infrastruktur termasuk pada penjajakan kerja sama di bidang kemaritiman.
“Dan tentu saja ini adalah bagian dari usaha kami untuk menerima lebih banyak kesempatan, terutama untuk memperbaiki kualitas kehidupan rakyat kami, terutama dengan memperbaiki sektor pendidikan dan penjagaan kesehatan. Kami mencoba untuk memperbaiki pelan-pelan dan mengeksekusi banyak proyek infrastruktur di Indonesia,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Menko AHY juga mengapresiasi partisipasi perwakilan Kedutaan Besar Rusia dalam konferensi International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 yang baru saja diselenggarakan pada 11–12 Juni 2025 di Jakarta. “Termasuk Ibu Veronica (Dubes Rusia) yang hadir saat gala dinner,” imbuh Menko AHY.
Pemerintahan Prabowo Subiantor telah menyiapkan lima prioritas strategis nasional untuk pembangunan infrastruktur, mulai dari ketahanan pangan dan air, energi bersih, konektivitas merata, kota layak huni dan tangguh, hingga reformasi pembiayaan infrastruktur berkelanjutan. Ini adalah peluang besar untuk kolaborasi antara Indonesia dan Rusia.
Seiring dengan keanggotaan resmi Indonesia dalam BRICS sejak Januari 2025, Menko AHY menegaskan komitmen Indonesia untuk aktif berkontribusi dalam forum tersebut dan bekerja sama erat dengan negara-negara anggota, termasuk Rusia, dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan ketahanan iklim.
“Saya percaya bahwa pertemuan hari ini tidak hanya menegaskan kekuatan hubungan bilateral kita, tetapi juga menjadi titik awal bagi kolaborasi yang terarah dan dapat ditindaklanjuti,” kata Menko AHY.
Proyek Giant Sea Wall
Adapun bersama Belanda, Pemerintah Indonesia terus mempererat kerja sama konkret dengan Belanda dalam pengembangan infrastruktur strategis, khususnya di bidang ketahanan iklim dan pembangunan kawasan perkotaan berkelanjutan.
Dalam forum The Netherlands–Indonesia CEO Roundtable Discussion yang mempertemukan pimpinan perusahaan dari kedua negara, termasuk 14 perusahaan Belanda yang tergabung dalam Misi Ekonomi Belanda ke Indonesia, salah satu proyek yang menjadi sorotan dalam forum ini adalah pembangunan Tanggul Laut Raksasa atau Giant Sea Wall di pesisir utara Pulau Jawa.
Menko AHY menegaskan bahwa proyek ini telah menjadi prioritas nasional, mengingat ancaman penurunan muka tanah yang mencapai 10–15 cm per tahun di sejumlah wilayah.
“Proyek Giant Sea Wall bagi Presiden kami bukan lagi pilihan. Melainkan sudah menjadi keharusan. Anda semua mendengar bahwa beliau ingin memulainya sekarang, atau secepat mungkin,” tegas Menko AHY.
Menko AHY juga menyampaikan apresiasi atas peran Belanda sejak tahap awal proyek. Ia mengundang para pelaku usaha Belanda untuk kembali terlibat secara aktif dan menjalin kolaborasi jangka panjang.
“Saya percaya Anda semua memiliki pengalaman dan keahlian untuk membantu kami mencapai tujuan ini. Mari kita eksplorasi kolaborasi baru yang lebih erat dan bermanfaat bagi kedua negara,” ungkapnya.
Selain proyek Giant Sea Wall, peluang kerja sama Indonesia–Belanda juga terbuka luas dalam sejumlah proyek strategis lainnya, seperti pengembangan Smart Cities, Transit-Oriented Development, program perumahan berkelanjutan, hingga proyek kereta cepat Jakarta–Surabaya.
Untuk mempercepat realisasi investasi, Kemenko Infra tengah menyiapkan Project Facilitation Office yang akan mendampingi dan memfasilitasi investor dalam berbagai proses teknis di lapangan.
“Kami di Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan tengah menyiapkan Project Facilitation Office untuk membantu para investor menavigasi proses investasi di Indonesia,” ujar Menko AHY.
Ia menambahkan, baik proyek Giant Sea Wall maupun pembentukan Project Facilitation Office merupakan tindak lanjut langsung dari penyelenggaraan International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 yang digelar pada 11–12 Juni lalu.
Keduanya menjadi bentuk nyata dari komitmen pemerintah dalam memperkuat kolaborasi strategis dan mempercepat pembangunan infrastruktur prioritas nasional.
Lebih jauh, Menko AHY menjelaskan bahwa Indonesia saat ini tengah berada dalam fase transformasi besar.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam beberapa tahun ke depan, dengan fokus utama pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas, dan pemanfaatan bonus demografi.
“Pertemuan ini bukan sekadar bentuk diplomasi, melainkan sinyal atas adanya visi dan tujuan yang sama, serta kepercayaan dan keyakinan untuk memperkuat kemitraan yang telah terjalin lama antara Indonesia dan Belanda,” jelas Menko AHY.
Kolaborasi Antardaerah
Menko AHY menyampaikan kolaborasi atau kerja sama lintas wilayah menjadi fondasi penting pembangunan infrastruktur nasional yang berkelanjutan. Kerja bersama antar daerah penting untuk menciptakan kebijakan pembangunan yang berdampak nyata.
“Mitra Praja Utama, mengapa signifikan? Karena di ruangan ini mewakili paling tidak ada 181 juta penduduk Indonesia. Bisa dikatakan 64% dari total populasi Indonesia,” ujar Menko AHY saat membuka pidatonya.
Pembangunan infrastruktur menjadi pilar utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menko AHY menyebut tiga prioritas utama pemerintah saat ini adalah ketahanan pangan, air, dan energi.
“Infrastruktur tidak dibangun untuk infrastruktur semata, tetapi infrastruktur sekali lagi berdampak,” tegasnya.
Dalam konteks urbanisasi dan perubahan iklim, pemerintah perlu mempersiapkan kota-kota agar lebih tangguh dan layak huni.
“Kita harus benar-benar meletakkan orientasi pembangunan infrastruktur ini bukan hanya sekedar mengejar modernitas, tapi yang kita butuhkan adalah untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan fisik dan menjaga alam dan lingkungan,” ungkap Menko AHY.
Isu lingkungan pun menjadi perhatian serius dalam agenda pembangunan. Pemerintah mendorong energi terbarukan, pengelolaan sampah, serta elektrifikasi transportasi publik.
“Renewable energy, ini adalah masa depan kita. Termasuk sekarang, kita menuju ke era yang serba digital, data center itu benar-benar mengemuka dan sangat membutuhkan energi yang besar,” tutur Menko AHY.
Terkait ancaman lingkungan di wilayah pesisir, Menko AHY menegaskan pentingnya kebijakan berbasis solusi alam dan pendekatan adaptif.
“Kita harus move forward ke depan membangun tanggul yang tinggi dan besar. Tapi mungkin di sebagian lokasi kita bisa mundur, retreat. Bukan retreat ke Magelang ya. Tapi retreat mundur ke belakang untuk bisa merelokasi masyarakat yang mungkin jumlahnya tidak terlalu padat di suatu lokasi, masih bisa kita mundurkan,” ujar Menko AHY.
Karena itu, AHY mengajak seluruh kepala daerah untuk memperkuat sinergi dan menegakkan tata ruang sebagai panglima pembangunan. “Kapten kesebelasan Indonesia adalah Bapak Presiden Prabowo Subianto. Masing-masing Bapak-Ibu sekalian juga adalah kapten-kapten kesebelasan di daerah masing-masing. Mari kita bergandengan tangan, bersinergi,” pungkas AHY.
Melalui lembaga Danantara, Indonesia membuka peluang investasi bersama mitra internasional di berbagai sektor, dengan keyakinan bahwa kolaborasi ini akan mendatangkan keuntungan bersama dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk itu, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani memastikan pihaknya mengupayakan adanya investasi strategis untuk menghadirkan lapangan kerja baru, menjawab tantangan bonus demografi dengan dua juta kelahiran bayi setiap tahun di Indonesia.
“Karena ini tantangan untuk Indonesia bagaimana kita bisa menciptakan lebih banyak pekerjaan. Dan menciptakan pekerjaan adalah prioritas utama di Indonesia,” kata Rosan.
Rosan berharap Danantara menjadi magnet bagi investor global untuk menanamkan modal ke Indonesia, terutama dalam proyek infrastruktur dan industri hilirisasi yang kemudian dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas tinggi bagi generasi muda. Ia menyoroti tantangan demografi, di mana dua juta bayi lahir setiap tahun, menuntut penciptaan peluang kerja secara berkelanjutan sebagai prioritas utama pembangunan jangka panjang yang inklusif dan produktif.
Rosan menjelaskan peran gandanya sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM sekaligus CEO Danantara, sebuah badan baru yang mengelola aset lebih dari USD900 miliar lintas berbagai sektor strategis nasional.
Ia menyebut seluruh BUMN yang kini berada di bawah kendali Danantara, akan dioptimalkan untuk menciptakan nilai tambah melalui konsolidasi, privatisasi, serta kolaborasi erat dengan pelaku usaha swasta dalam maupun luar negeri.
Rosan Roeslani menegaskan tak mungkin membangun semua proyek besar sendirian, sehingga keterlibatan swasta menjadi kunci penting untuk menggarap berbagai potensi ekonomi nasional.
Dia menyebutkan saat ini Danantara membawahi 50 BUMN serta 889 anak perusahaan, dan seluruhnya diarahkan untuk menghasilkan nilai ekonomi maksimal melalui efisiensi, inovasi, dan kemitraan strategis lintas negara.
Pemerintah menegaskan bahwa pembiayaan pembangunan infrastruktur Indonesia ke depan tidak dapat hanya bergantung pada anggaran negara, melainkan harus melibatkan partisipasi aktif sektor swasta dan dukungan mitra internasional.
Kolaborasi dan inovasi dalam skema pembiayaan menjadi kunci untuk menjawab tantangan tersebut secara berkelanjutan. Apalagi, pembangunan infrastruktur saat ini harus dirancang untuk menghadapi risiko iklim dan memastikan hasil yang inklusif bagi masyarakat.* (infopublik.id)