MusiNews.id – Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur & adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila & Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Saat ini PEMILU terdiri dari 2(dua) macam yaitu Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD serta Presiden & Wakil Presiden – sering disebut oleh masyarakat sebagai Pemilu Serentak dan Pemilu Gubernur, Bupati & Walikota – sering disebut dengan PILKADA SERENTAK.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengawas penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa dan Pengawas TPS.
Kita ketahui bahwa Pengawasan demokrasi di Indonesia tidak lepas dari sumbangsih Bawaslu yang dulu dikenal Panitia Pengawas Pelaksanaan (Panwaslak) Pemilu. Awal berdirinya Bawaslu dilatarbelakangi adanya krisis kepercayaan pelaksanaan pemilu.
Krisis kepercayaan terhadap pelaksanaan pemilu ini berlanjut hingga Pemilu 1977 dengan adanya kecurangan dan pelanggaran yang lebih masif. Kritik datang dari politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) meminta kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas pemilu pada 1982 dengan memperbaiki UU.
Barulah pada 1982, pengawas pemilu dibentuk dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Panwaslak ini merupakan penyempurna dan bagian dari Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dan saat itu lembaga itu masih bagian dari Kementrian Dalam Negeri.
Era reformasi, tuntutan penyelenggara pemilu yang bersifat mandiri tanpa dibayang- bayangi penguasa semakin kuat. Kemudian dibentuklah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat independen dan dinamakan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sedangkan, Panwaslak juga mengalami perubahan nomenklatur menjadi panitia pengawas pemilu (Panwaslu). Setelah itu, melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 terjadi perubahan mendasar tentang kelembagaan pengawas pemilu. UU tersebut menjelaskan pelaksanaan pengawasan pemilu dibentuk sebuah lembaga Ad hoc (sementara) yang terlepas dari struktur KPU.
Selanjutnya kelembagaan pengawas pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Penguatan terhadap lembaga ini kembali terjadi dari lembaga Ad hoc menjadi lembaga tetap melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Meskipun, aparat Bawaslu ditingkat daerah mulai dari provinsi, kabupaten kota hingga tingkat kelurahan kewenangan pembentukannya menurut tersebut masih merupakan kewenangan KPU.
Sampai pada keputusan Mahkamah Konstitusi atas judicial review (JR), yang dilakukan Bawaslu atas UU Nomor 22 Tahun 2007 itu yang memutuskan kewenangan pengawas pemilu sepenuhnya menjadi wewenang Bawaslu, begitu juga dalam merekrut pengawas pemilu yang menjadi tanggung jawab Bawaslu.
Pengawasan Pemilu adalah kegiatan MENGAMATI (melihat, mencatat hasil amatan), MENGKAJI (melakukan sistematisasi hasil amatan kedalam format 5W+1H), MEMERIKSA (kesesuaian aturan) dan MENILAI (benar atau salah serta konsekuensi) proses penyelenggaraan Pemilu.
Dengan tujuan pengawasan Pemilu adalah Menegakkan integritas, kredibilitas penyelenggara, transparansi penyelenggaraan & akuntabilitas hasil Pemilu, Mewujudkan Pemilu yang demokratis dan Memastikan terselenggaranya Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil & berkualitas, serta dilaksanakannya peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu secara menyeluruh.
Strategi pengawasan Pemilu yang pertama adalah Pencegahan terhadap potensi pelanggaran dengan melakukan tindakan, langkah-langkah & upaya optimal mencegah secara dini terhadap potensi pelanggaran, dan yang kedua penindakan terhadap dugaan pelanggaran dengan melakukan tindakan penanganan secara cepat & tepat terhadap temuan dan/ atau laporan dugaan pelanggaran Pemilu.
Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan sebagaimana tersebut di atas, tentunya perlu Dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, Terutama Mahasiswa. Ada dua peran utama yang paling mungkin dilakukan mahasiswa dalam Pemilu, Pertama, mahasiswa seyogyanya tidak alergi dengan partai politik dan berpartisipasi dalam setiap proses pembangunan politik termasuk berpartisipasi dalam Pemilu.
Kedua, sebagai insan kritis, mahasiswa harus aktif melakukan kontrol dan pengawasan terhadap setiap proses politik yang berlangsung, termasuk Pemilu. Alasan pentingnya Peran Mahasiswa dalam Pengawasan Pemilu adalah keterbatasan personil Bawaslu, wilayah pengawasan yang sangat luas dan rasio personil pengawas Pemilu dengan jumlah wilayah administrasi pemerintahan tidak berimbang.
Bentuk-bentuk Pengawasan partisipatif yaitu ikut memantau pelaksanaan Pemilu, Melakukan kajian terhadap persoalan ke-Pemilu-an, Ikut mencegah terjadinya pelanggaran, Menyampaikan laporan pelanggaran Pemilu, Menyampaikan informasi dugaan pelanggaran Pemilu, Mendukung ketaatan peserta & penyelenggara Pemilu terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penulis : Feru, SE