Muslim M. Yatim Apresiasi Putusan MK Soal Perampasan Hak Asuh Anak
Pemutihan Pajak Sumatera Selatan tahun 2024
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat (Sumbar), Muslim M. Yatim. (foto : DPD RI)
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat (Sumbar), Muslim M. Yatim. (foto : DPD RI)

Muslim M. Yatim Apresiasi Putusan MK Soal Perampasan Hak Asuh Anak

MusiNews.id — Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Barat (Sumbar), Muslim M. Yatim, mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 140/PUU-XXI/2023 terkait kepatuhan pada putusan pengadilan atas hak pengasuhan anak pada pasangan yang bercerai.

Putusan MK ini ditetapkan berdasarkan pada permohonan uji materil terhadap Pasal 330 ayat (1) KUHPidana, yang diajukan oleh 5 perempuan yang menghadapi situasi perampasan hak asuh anak oleh mantan suami pasca perceraian.

“Putusan MK itu menjadi hukum baru, yang melengkapi berbagai regulasi yang telah ada guna memperkuat pelindungan hukum bagi perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender. Saya meyakini bahwa apa yang menimpa pada 5 perempuan dan ibu sebagai pemohon dalam uji materiil di MK itu, juga dialami oleh banyak perempuan dan ibu lainnya di Indonesia ini.” sebut Muslim M. Yatim.

Dikutip dari Komnas Perempuan, disebutkan bahwa Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terkait pengasuhan, yang paling banyak dijumpai adalah perebutan hak asuh anak antara istri dan suami. Kekerasan ini kerap terjadi, bukan saja paska perceraian, tetapi juga saat proses perceraian itu berlangsung.

Ketika dalam proses perceraian, suami dengan sengaja menyembunyikan atau memutus hubungan anak dengan ibunya. Hal ini dilakukan agar pihak istri tidak jadi menggugat cerai, atau untuk menyiksa, memberikan penderitaan lahir dan batin kepada pihak istri.

Sedangkan paska perceraian, modusnya dilakukan dengan cara anak diambil dengan paksa maupun dirayu, untuk mengikuti ayahnya dan kemudian diputus semua akses komunikasi, atau tidak lagi diperbolehkan untuk bertemu dengan ibunya setelah anak diambil oleh mantan suami, atau sengaja “diculik” dan disembunyikan hingga tidak terlacak keberadaannya.

Masih menurut Komnas Perempuan, dalam rentang 2019-2023, terdapat 222 kasus Kekerasan Terhadap Istri (KTI) yang terkait dengan perebutan anak dari 3.079 total kasus KTI. Adapun terkait perampasan hak asuh anak dari istri oleh mantan istri, Komnas Perempuan menyebut bahwa dalam rentang waktu yang sama terdapat 44 kasus.

Muslim M. Yatim juga menyampaikan apresiasi kepada Kapolri, terkait pembentukan Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) di organisasi Kepolisian Republik Indonesia.

Dengan dibentuknya Direktorat PPPA-PPO, dirinya berharap putusan MK tersebut dapat segera dilaksanakan oleh seluruh aparat kepolisian di semua tingkatan, mulai dari Polda, Polres, hingga Polsek, dalam menangani berbagai kasus KBG dalam bentuk perampasan hak asuh anak.

Menurutnya, polisi tidak perlu ragu-ragu lagi menindaklanjuti laporan dari perempuan yang menghadapi perampasan hak asuh anak oleh mantan suami, dengan alasan bahwa pelaku yang dilaporkan adalah ayah dari anak yang dibawa pergi itu.

“Ke depan, kita tentu berharap Kapolri segera menindaklanjuti dan melengkapi pembentukan Direktorat PPA-PPO dengan sarana dan prasarana memadai, serta personil SDM yang memiliki kompetensi dalam memproses kasus-kasus KBG.” ujarnya. (qso)

Hj. Lucianty dan H. Syaparuddin, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Kabupaten Musi Banyuasin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *